Ilustrasi: ist.
Ketua Panja RUU PT DPR Rully Chairul Azwar mengatakan, biaya untuk menempuh kuliah menjadi tidak terjangkau bagi sebagian kalangan karena kesalahan konsep pengelolaan anggaran pendidikan. Lebih condongnya dana untuk gaji guru, anggaran pendidikan tinggi menjadi dikorbankan. Dia mencontohkan, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) hanya menganggarkan Rp4 triliun untuk Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk tahun ini. Dengan dibentuknya Panja RUU PT, Rully menyatakan, timnya akan mencari cara bagaimana agar harga yang mesti dibayar untuk menempuh kuliah tidak terlalu mahal.
Dia menjelaskan, salah satu opsi untuk mempermurah biaya tersebut adalah menarik swasta agar berinvestasi. "Harus ada kebijakan fiskal untuk menarik swasta agar mau menanamkan modal," kata Rully di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Rully menjelaskan, RUU dan panja ini merupakan keberpihakan legislatif agar pendidikan tinggi yang bermutu dan terjangkau dapat tercapai. Aksesibilitas pendidikan tinggi selama ini masih rendah. DPR akan berupaya untuk memperluas kinerja pendidikan tinggi agar tidak hanya mengeluarkan ijazah sebagai tanda kelulusan saja, namun bagaimana agar lingkup perguruan tinggi dapat mendalami penelitian yang inovatif secara keilmuan terapan dan teknologi.
“Juga meningkatkan mutu perguruan tinggi yang bermutu yang tidak hanya terpatok dengan bagusnya mutu di ITB dan UI, tapi juga menyeluruh ke seluruh PTN,” tandasnya.
Senada diungkapkan anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar. Menurut dia, panja akan memaksimalkan dana dari APBN agar biaya pendidikan tinggi menjadi lebih murah. Pendidikan kedokteran yang terbilang tinggi biayanya dapat diintegrasikan dengan pendidikan dinas sehingga biaya kuliahnya dapat sedikit dipangkas.
Porsi APBN dalam pendidikan tinggi, katanya, tidak dapat lagi pemerintah mengambil bagian hanya 1/3 dari pembiayaan, karena faktanya biaya kuliah masih mahal. Bahkan, sudah banyak calon mahasiswa yang diterima lewat jalur undangan masih mengeluhkan tingginya biaya pendidikan tinggi. “Mereka memang senang mendapat beasiswa seperti Bidik Misi, namun mereka pun masih terbebani dengan biaya lainnya. Intinya kami ingin mereka ini nyaman dengan pendidikan tinggi,” tegasnya.
Sedangkan Mendiknas Mohammad Nuh menyatakan, prinsip pengelolaan perguruan tinggi adalah nirlaba serta otonom. Perguruan tinggi juga wajib menyelenggarakan penjaminan mutu dan transparansi, akuntabilitas, serta efisien dan efektif. Tentang otonomi itu sudah tercantum dalam Pasal 24 dan 56 UU Sisdiknas.
Namun, lanjut mantan menkominfo ini, keberadaan 3.000 lebih perguruan tinggi negeri dan swasta dengan kapasitas menyelenggarakan pendidikan tinggi yang beragam menyebabkan otonomi perguruan tinggi sebagaimana amanat UU Sisdiknas tidak dapat diberikan secara seragam kepada semua perguruan tinggi. (neneng zubaidah/sindo)(//rfa)
Sumber : OkeZone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar